❑Smadav Free Anti Virus | ❑Pdf to Word Converter |
Penyesatan Berpikir. Kita semua sudah tahu bahwa dari dulu
barang berkualitas bagus kebanyakan harganya mahal. Orang tidak sayang
menghabiskan duitnya demi barang berkualitas bagus. Orang bilang pantas saja
mahal memang bagus kok. Rupanya cara berpikir begini, oleh beberapa orang
cerdas dibelokkan. Barang bagus harga mahal, harga mahal pasti bagus. Ternyata
berhasil. Luar biasa. Kuliahnya di mana ya bisa mengubah opini masyarakat
segampang itu. Saya pikir kuliah di mana saja bisa, asal menempuh mata kuliah
wajib. Yaitu mata kuliah Penyesatan Berpikir. Memangnya ada ? Ya ada, yakinlah
itu ada. Jangan suudzon kepada saya, anda jangan menuduh saya sedang melakukan
penyesatan berpikir. Tidak sekali lagi yakinlah tidak. Sebenarnya yang akan
saya obrolkan ini berkaitan dengan sekolah. Sekolah kan barang juga. Sekolah
mahal pasti bagus kualitasnya. Begitu to cara berpikir kita. Buktinya sekolah
semakin mahal semakin dicari. Biarpun di televisi diiklankan sekolah gratis,
semua biaya sudah dicukupi oleh pemerintah. Baik gedung, gaji guru biaya
operasionalnya, ternyata itu tidak mempan. Biarpun iklan itu ditayangkan setiap
jam, tetap saja membuat banyak orang curiga, gratis mana mungkin bermutu. Kali
ini kita salah lagi dalam berpikir sebenarnya tidak gratis, pemerintah yang
sudah berbaik hati mencukupi semua biayanya. Bahkan biaya itu tergolong
melimpah. Bayangkan sekolah setingkat SMP setiap siswa dijatah Rp 59.000 tiap
bulannya. Siswa kurang mampu masih mendapat bantuan biaya. Biar begitu rasanya
kurang marem kalau gratis. Orang tua lebih bangga jika anaknya dapat diterima
di sekolah mahal. Gayanya sih mengeluh tapi sesungguhnya pamer. “Wah bulan ini
bulan puasa buat saya pak, gimana tidak puasa, anak saya yang SMA waktunya
bayar iuran komite Rp 3 juta SPPnya satu bulan Rp 250.000, anak saya yang SMP
bayar iuran komite Rp 1,5 juta iuran bulanannya Rp 150.000 bukunya Rp 900.000
yah dicari-carikan wong memang jamannya sudah lain” Begitu keluhnya, maksud saya
pamernya. Dengan biaya mahal tentunya perlakuan lebih istimewa. Kalau disamakan
dengan prangko, ya prangko kilat yang cepat sampai tujuan. Dengan berbagai
keistimewaan tentunya waktu penyelesaian juga semakin singkat. Kalu prangko
biasa butuh waktu 7 hari untuk sampai tujuan, prangko kilat hanya 1 hari. Cetak
foto biasa 2 hari baru jadi, cetak foto kilat 5 menit selesai. Hal serupa
tentunya juga berlaku di sekolah. Sekolah biasa membutuhkan waktu 3 tahun untuk
lulus, sekolah mahal hanya butuh waktu 1 tahun. Tapi kok tidak begitu
kenyataannya, malah di sekolah mahal jam belajarnya lebih lama. Sekolah biasa
hanya 6 jam sehari, sekolah mahal bisa sampai 9 jam. Lho gimana to. Kemampuan
siswanya juga biasa-biasa saja seperti sekolah biasa, hanya mampu menjawab soal
tidak mampu mencipta. Itu berarti biaya mahal dihabiskan untuk hal-hal yang
tidak berkaitan langsung dengan peningkatan mutu seperti ruang kelas ber AC,
lantai dilapisi karpet, menulis dengan spidol di white board. Bukankah itu
pemborosan namanya. Saya jadi bingung. Siapa yang sebenarnya mengalami
penyesatan berpikir ? Saya ? Anda ? Atau kita semua ? Sudah tahu ? Mari berubah.
Hukuman Fisik. Saya sadar apa yang saya
tulis ini akan mendapat reaksi keras berupa penolakan maupum penentangan bahkan
bisa jadi ancaman pada diri saya. Karena kalau menyangkut hukuman fisik yang
terbayang adalah pukulan dan tendangan. Sebenarnya yang saya maksud bukan itu. Kalau
kita mau jujur hukuman fisik masih diperlukan sebagai bagian dari proses
pendidikan di negara kita. Karena hukuman fisik merupakan proses komunikasi
yang cukup komunikatif diterapkan di lingkungan pendidikan kita hingga saat ini.
Hukuman fisik tidak sama dengan penganiayaan. Hukuman fisik dilakukan karena
perasaan sayang dan tanggung jawab. Sayang dan tanggung jawab dalam mengantar
siswa menuju masa depan yang gemilang. Hukuman fisik merupakan pilihan terakhir
yang terpaksa dilakukan karena kelakuan siswa sudah kelewatan. Motivasi, keteladanan,
nasihat, teguran sudah tidak mempan lagi. Hukuman fisik berupa push up, lari
berkeliling halaman cubitan ringan merupakan rangkaian yang tak terpisahkan
dari proses pendidikan. Disuruh push up, disuruh lari, dicubit tujuannya supaya
siswa tidak mengulangi kesalahan, sehingga terjadi perubahan ke arah kebaikan. Namun
celakanya untuk saat ini hukuman fisik seperti itu menjadi haram hukumnya.
Siapa saja bisa menggugat jika guru menerapkan hukuman fisik dalam proses
pembelajaran. Rupanya semua sudah masuk perangkap orang-orang yang tidak
menghendaki kedisiplinan pada diri siswa. Siswa diberi hukuman push up jika
tidak mengerjakan PR dianggap melanggar HAM. Siswa dicubit gurunya karena tidak
membawa buku pelajaran dianggap penganiayaan. Padahal tingkat komunikasi kita
memang baru pada taraf seperti itu. Jadi hukuman
fisik tetap diperlukan dalam proses belajar mengajar. Implikasinya memang
harus terukur berdasarkan kaidah-kaidah
paedagogis. Dan ketidak setujuan
semestinya
tidak 'dihakimi' dengan KUHP dan HAM tetapi masuk ke ranah Sidang Kode Etik karena guru sekarang
termasuk tenaga
profesional. Bukan hanya dokter, hakim, TNI dan PoLri yang punya kode etik. Guru juga punya standar
operasional prosedur.
Mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan tahu dan dapat
membedakan mana cubitan yang
paedagogis dan cubitan yang
melanggar HAM.
Jangan dibandingkan dengan pendidikan di negara maju. Negara yang sekarang sudah maju pendidikannya bisa jadi dulu juga menerapkan hukuman fisik dalam proses pembelajaran. Hukuman fisik ditinggalkan setelah pendidikan mereka maju. Hukuman fisik ditinggalkan setelah semuanya tertata rapi. Sekarang merasa sudah berhasil mereka mengkampanyekan HAM. Hukuman fisik adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM. Melanggar HAM bisa dipidanakan. Cara pendidikan merekalah yang paling benar, semua negara harus mencontoh mereka. Kalau menentang dicap sebagai bar bar, liar dan tidak manusiawi. Ingatlah pemaksaan mereka akan keberadaan UFO. Seluruh dunia dipaksa bahwa UFO itu memang benar-benar ada. Mereka mengarang bukti-buktinya. Begitulah cara mereka, dalam mengusik ketenteraman dan kenyamanan di rumah orang. Mentang-mentang sekarang mereka sudah maju, memaksakan cara mereka, yang tujuan sebenarnya adalah merusak generasi muda kita. Bagaimana tidak merusak wong baru disuruh push up saja dikatakan melanggar HAM, dicubit dikatakan penganiayaan. Sudah barang tentu cara mereka tidak cocok dengan kondisi kita. Mereka sudah yakin cara yang mereka paksakan tidak akan berhasil jika diterapkan di lingkungan kita. Karena infra struktur kita belum tertata rapi. Mereka sudah tahu itu mereka memang bertujuan mengacau, supaya pendidikan kita kacau, dengan begitu kita semakin jauh tertinggal. Karena pendidikan kita hanya menghasilkan generasi muda yang cengeng, tidak tahan banting dan manja.
Guru guru yang peduli
akan pendidikan siswanya kian menyusut jumlahnya, mereka menjadi takut memberi
sanksi fisik pada siswa, mereka enggan jika harus berurusan dengan hukum.
Siapapun tidak akan untung jika harus berurusan dengan hukum. Jalan selamat
yang dipilih hanyalah melakukan teguran. Kebiasaan siswa kita jika hanya
ditegur tidak akan berubah membaik perangainya, teguran hanya dianggap angin
lalu saja. Tahu kalau gurunya tidak berani menerapkan hukuman fisik mereka
seolah mempermainkan gurunya dengan tetap tidak beranjak dari kesalahan. Kadang
tingkah mereka sudah kelewatan, sudah di luar ambang kesabaran. Guru akhirnya hanya
dongkol dan untuk selanjutnya enggan berurusan dengan siswa yang suka melanggar
aturan. Kelakuan siswa semakin
menjadi-jadi. Siswa menjadi terbiasa tidak taat aturan, tidak patuh pada
nasihat, budayanya hanya hura-hura. Generasi muda sudah dirusak sejak dini.
Inilah yang dimaui para penjarah negeri ini. Sadarlah.Jangan dibandingkan dengan pendidikan di negara maju. Negara yang sekarang sudah maju pendidikannya bisa jadi dulu juga menerapkan hukuman fisik dalam proses pembelajaran. Hukuman fisik ditinggalkan setelah pendidikan mereka maju. Hukuman fisik ditinggalkan setelah semuanya tertata rapi. Sekarang merasa sudah berhasil mereka mengkampanyekan HAM. Hukuman fisik adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM. Melanggar HAM bisa dipidanakan. Cara pendidikan merekalah yang paling benar, semua negara harus mencontoh mereka. Kalau menentang dicap sebagai bar bar, liar dan tidak manusiawi. Ingatlah pemaksaan mereka akan keberadaan UFO. Seluruh dunia dipaksa bahwa UFO itu memang benar-benar ada. Mereka mengarang bukti-buktinya. Begitulah cara mereka, dalam mengusik ketenteraman dan kenyamanan di rumah orang. Mentang-mentang sekarang mereka sudah maju, memaksakan cara mereka, yang tujuan sebenarnya adalah merusak generasi muda kita. Bagaimana tidak merusak wong baru disuruh push up saja dikatakan melanggar HAM, dicubit dikatakan penganiayaan. Sudah barang tentu cara mereka tidak cocok dengan kondisi kita. Mereka sudah yakin cara yang mereka paksakan tidak akan berhasil jika diterapkan di lingkungan kita. Karena infra struktur kita belum tertata rapi. Mereka sudah tahu itu mereka memang bertujuan mengacau, supaya pendidikan kita kacau, dengan begitu kita semakin jauh tertinggal. Karena pendidikan kita hanya menghasilkan generasi muda yang cengeng, tidak tahan banting dan manja.
Hukuman fisik masih relevan, saya sependapat. Sebenarnya kita sedang dihancurkan dari berbagai arah dengan berkedok HAM, keadilanm humanisme dll. Sesungguhnya tujuan mereka satu ... MENGACAU
BalasHapus