Logo Design by FlamingText.com

Puasa Saat Ujian Nasional. Bertahun tahun pemandangan kurang pantas selalu berulang, yaitu saat Ujian Nasional digelar. Pada saat itu siswa peserta Ujian berjuang menuju kelulusan, sementara panitia dan pengawas UN yang nota bene adalah guru justru menggelar pesta. Bagaimana tidak dikatakan pesta wong di ruang pengawas pagi-pagi sekali sudah tersedia makanan kecil dan minuman hangat maupun dingin. Mereka tinggal mengambil sesuai selera. Selesai mengawasi ujian masih disediakan snack satu kotak dan makan besar satu kotak, tentu menunya lebih dari biasanya. Padahal tugas pengawasan hanya berlangsung 2 jam, dari jam 08.00 sampai jam 10.00, jadi relatif lebih singkat dibanding tugas mengajar sehari-hari. Tentunya tenaga dan pikiranpun tidak terlalu banyak dikeluarkan sehingga tidak perlu ada tambahan bahan bakar. Ditengah-tengah perjuangan siswa seperti itu justru perlu doa dari guru. Salah satu doa yang makbul adalah doanya orang yang sedang berpuasa. Jadi di saat siswa  berjuang guru berpuasa supaya hasilnya memuaskan, bukan malah berpesta pora.
Tasyakuran. Bersyukur atas nikmat yang diterima merupakan perintah. Allah akan menambah nikmat kepada hambaNya yang pandai bersyukur dan akan melaknat hambaNya yang kufur nikmat. Sudah mejadi kebiasaan banyak orang perasaan syukur dinyatakan dengan ucapan Alhamdulillah ketika mendapatkan sesuatu yang menyenangkan. Ada kalanya dilanjutkan dengan memberi makanan kepada orang dekat, teman kerja dan tetangga. Menyedekahkan sebagian harta juga merupakan perintah, tetapi yang harus diwaspadai adalah tipu daya setan. Setan bisa masuk melalui celah sempit, sesempit ujung jarum sekalipun, setan bisa menyelinap melalui pembuluh darah dan merusak niat yang ada dalam hati manusia. Maksud hati bersyukur apa daya terbelokkan ke jalan riak. Syukur hanya ucapan tapi sejatinya pamer kesuksesan. Misalnya pada bungkus makanan yang diedarkan dibubuhkan kalimat ‘Syukuran karena kenaikan pengkat, syukuran karena menempati rumah baru, syukuran karena pulang Haji’ dan lainnya masih banyak lagi. Yang mendapatkan kiriman makanan kebanyakan orang orang yang selevel atau di atasnya, yang nota bene sudah terbiasa makan enak, mereka sesungguhnya bukan priorotas untuk disedekahi. Orang orang yang levelnya di bawah malah terlupakan. Orang  orang yang jarang bahkan tidak pernah menikmati makanan kelas pesta malah tidak masuk hitungan. Orang orang yang sangat membutuhkan malah terabaikan.
Syukuran atau tasyakuran juga sering kita baca pada undangan pernikahan atau khitanan. ‘Tasyakuran pernikahan anak kami atau tasyakuran khitanan anak kami’. Kalau konsekuen dengan makna tasyakuran mestinya tidak mengharapkan sesuatu dari yang diundang. Tempat amplop sumbangan yang biasanya disamarkan sebagai asesoris dekorasi mestinya juga tidak nampak. Jika berniat tasyakuran tentunya juga sudah berniat sedekah, sedekah dalam bentuk makanan tentunya karena mengundang banyak orang. Untuk itu lebih pas jika tidak mengharap sumbangan. Sumbangan yang note bene dikeluarkan karena terpaksa. Terpaksa menyumbang karena mendapat undangan. Jadi ada perasaan tidak senang ketika mendapat undangan. Apakah menghadiri undangan seperti ini wajib hukumnya ? Apakah menyumbang dengan terpaksa karena tuntutan budaya itu juga wajib hukumnya ?
Barangkali yang punya hajatpun juga punya alasan terpaksa menerima sumbangan, takut mengecewakan para undangan yang sudah siap dengan barang bawaan. Sebenarnya ini alasan pembenaran saja. Sebenarnya itu semua bisa ditangkal dari awal, di dalam undangan dituliskan kalimat tegas dan jelas maknanya ‘Mohon maaf kami tidak bisa menerima sumbangan dalam bentuk apapun karena kami berniat tasyakuran. Mohon dimaklumi.’ Berapa orang yang berani berbuat demikian ? Bukankah Allah akan mengganti semua harta yang kita sedekahkan ?
Rasa syukur karena merasa nikmat yang diterima semata-mata dari Allah semestinya dilakukan tanpa terputus barang sedetikpun, karena nikmat Allah juga tidak pernah putus putusnya. Ucapan Alhamdulillah dan sedekah yang dikeluarkan hanyalah sebagian kecil dari rasa syukur. Rasa syukur lebih bermanfaat bagi diri kita dan orang lain jika dimanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata yang tidak hanya terjadi pada saat-saat tertentu saja. Misalnya melaksanakan kewajiban dengan ikhlas hanya mengharap ridlo Allah adalah wujud rasa syukur. Tidak mengambil yang bukan haknya adalah wujud rasa syukur. Berdagang dengan jujur adalah wujud rasa syukur. Memandang jabatan sebagai amanah adalah wujud rasa syukur.
Yang Benar Dicap Garis Keras. Penggolongan yang diberikan kepada umat Islam begitu beragam. Penggolongan didasarkan pada ciri khusus yang kasat mata atau terkadang ciri khusus yang diada-adakan. Ada yang menggolongkan : Santri dan Abangan. Santri adalah sebutan bagi mereka yang pernah mondok di pesantren. Abangan sebutan bagi orang yang awam dalam keislaman. Ada yang menggolongkan Islam tradisional dan Islam modern atau liberal. Islam tradisional adalah islam yang masih menjunjung tradisi tradisi lokal. Islam modern adalah Islam yang menginginkan kebebasan yang lebih longgar. Ada yang menggolongkan Islam Moderat dan Islam garis keras. Islam moderat adalah islam yang tidak kaku dalam pengamalan, kaku menurut versi mereka. Islam garis keras adalah islam yang tidak mau berkompromi dengan pemahaman di luar Islam. Tidak mau berkompromi menurut versi mereka. Kalau kita cermati penggolongan yang dilakukan selain didasarkan pada ciri khusus yang kasat mata, juga didasarkan pada kepentingan mereka yang bersekutu dengan setan. Penggolongan dilakukan secara dua kutub yang seolah-olah saling berseberangan. Satu kutub dimusuhi satu kutub ditemani. Dimusuhi karena tidak mau menuruti kemauan mereka, ditemani karena mengiyakan saja apa yang dimaui, tak sekalipun berkata tidak. Walapun terkadang harus nyrempet-nyrempet pembelokan aqidah. Golongan yang ditemani ini menjadi terhipnotis dan tak sadarkan diri jika sebenarnya mereka sedang dirasuki setan yang tamak, sedang dibelokkan aqidahnya. Karena kekuatan ekonomi, lobi dan menguasai informasi paara sekutu setan itu bebas berpetualang. Fakta bisa dibolak balik demi kepentingan mereka. Kelompok yang bisa ditundukkan, didekte dan dibelokkan aqidahnya diberi gelar moderat, kelompok yang susah ditaklukkan lantaran tetap berpegang teguh pada aqidah keIslaman diberi gelar garis keras yang perlu diwaspadai dan bahkan dimusuhi. Berbekal kelicikan dan keculasan mereka menebar fitnah supaya semua orang ikut-ikutan membenci golongan yang mereka musuhi. Hasilnya luar biasa, opini sesat dengan mudah terbentuk. Kelompok yang tetap konsisten dan memegang teguh Al Qur an dan Al Hadist beramai-ramai diberi merek garis keras, disetarakan dengan teroris yang memilih kekerasan untuk mewujudkan cita-citanya. Kelompok yang tetap konsisten dengan Al Qur an dan Al Hadist ini menjadi terpojokkan. Segala kekerasan yang terjadi dialamatkan kepada mereka. Kehidupan mereka terpinggirkan dari kehidupan luas yang mayoritas sudah tidak Islami. Buktinya pengajian makin ramai tetapi tak satupun ada bekasnya, pengajian semakin marak kemaksiatanpun tak mau kalah berpacu. Pengajian Akbar yang mirip pertunjukan lawak makin sering dijumpai. Pada hari besar Islam diperingati dengan pawai. Gegap gempita pawai yang seolah-olah Islami semakin sering digelar. Pawai yang sejatinya pemborosanpun dikatakan sebagai Syiar Islam. Pawai pawai yang menampilkan tarian-tarian sepanjang jalan diteriakkan sebagai dakwah. Hedonisme berbalut keIslamanpun benar-benar gencar dikampanyekan, marak meriah tetapi miskin dan kering penghayatan maupun pengamalan karena memang sudah diskenariokan. Masyarakat pun menyambut senang dan terhibur. Keadaan tak beranjak dari keterpurukan. Komplit sudah. Kelompok yang tetap konsisten pada Al Qur an dan Al Hadist menjadi prihatin menyaksikan pembodohan yang menimpa saudara-saudaranya. Maksud hati ingin menolong tetapi apa daya niat tidak tersambut. Mayoritas saudara-saudaranya sudah terlanjur terbuai dan tercekoki oleh doktrin hedonisme sesat. Mereka malah mencurigai saudaranya yang ingin meluruskan aqidah sebagai agen garis keras yang akan membinasakan dan melenyapkan tradisi leluhur yang dianggap baik dan bernilai.
Musibah Dan Anugrah. Seperti pemahaman kebanyakan orang, pemahaman saya terhadap musibah dan anugrah juga tiada berbeda dengan mereka. Musibah adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, sedang anugrah adalah sesuatu yang menyenangkan. Sakit dan kecelakaan adalah musibah, naik pangkat  dan dapat ceperan adalah anugrah. Begitu awalnya saya memahami. Tetapi dengan berjalannya waktu pemahaman saya menjadi berubah. Sakit dan kecelakaan yang pada awalnya saya pahami sebagai musibah kemudian berubah menjadi anugrah. Kok begitu. Barangkali anda tidak percaya sebelum mengalami sendiri. Saya punya pengalaman unik.  Berawal saat sekolah saya membeli  LCD proyektor  baru. Alat itu sudah lama saya impikan. Sehingga ketika mimpi itu menjadi kenyataan, alangkah gembiranya. Saya rajin menggunakannya untuk keperluan pembelajaran. Saya ingin mengajar secara total. Pelajaran IPA yang sulit ingin saya tampilkan menjadi mudah dan menarik. Dengan LCD proyektor itu saya menjadi leluasa merancang pembelajaran dari rumah yang saya simpan di sebuah laptop. Saking bersemangatnya saya menomor duakan bahkan menomor tigakan yang lain termasuk sholat. Yang nomor satu adalah berpikir bagaimana cara mengajar dengan efisien melalui media canggih ini. Setiap selesai mengajar rasanya ada saja tayangan yang kurang menarik, kemudian langsung saya benahi, tidak  selesai di sekolah dilanjutkan di rumah. Untuk keperluan ini menyita banyak waktu dan pikiran. Ketika melakukan sholatpun yang terbayang adalah laptop, sholat selalu di akhir waktu, itupun dengan tergesa-gesa. Begitu selesai sholat langsung menghadap  laptop lagi. Dalam satu sisi apa yang saya lakukan itu kelihatannya mulia, mencurahkan segala yang saya miliki untuk keperluan pembelajaran, tetapi di sisi lain ternyata saya semakin menjauhkan diri dari Allah. Ilmu yang baru sedikit saya miliki justru menjauhkan saya dari dzat yang maha segalanya. Hingga di suatu pagi  tiba-tiba saya jatuh sakit, tiba tiba hampir pingsan. Saya harus masuk rumah sakit. Semua menjadi sedih, anak istri sedih, orang tua sedih, saudara sedih teman-temanpun ikut sedih. Empat hari di rumah sakit kegiatan saya tentu membosankan. Untung ada televisi. Setiap habis subuh saya pilih mendengarkan pengajian dari beberapa ustad. Di saat itulah saya baru menyadari bahwa apa yang saya lakukan selama ini membuat saya menjauh dari Allah. Tetapi Allah tetap sayang kepada hambaNya yang baru dilanda khilaf. Allah tetap melimpahkan anugerahNya.  Sakit hanyalah cara Allah dalam menyapa hambaNya agar menyadari kekhilafannya. Berawal dari rumah sakit itulah kemudian sholat saya lakukan di awal waktu dan berjamaah di masjid. Alhamdulillah Maha suci Allah Maha Agung.
Pengalaman unik yang kedua terjadi ketika saya sedang dalam perjalanan menuju rumah seorang pejabat untuk urusan dinas. Awalnya saya keberatan karena soal dinas kok dibawa ke rumah. Tapi karena desakan dari sana sini dengan alasan silaturahim, ucapan terima kasih, jadi orang tidak boleh kaku dan sombong, akhirnya saya menyerah. Waktu itu bulan Romadhon sekitar pukul 09.00 pagi saya berangkat. Tetapi baru menempuh perjalanan sekitar 2 km kecelakaan pun terjadi. Kendaraan saya menabrak sepeda motor yang dikendarai oleh seorang pemuda. Lantaran dia menyeberang jalan dengan tiba-tiba tanpa menoleh kanan kiri. Anehnya dia tidak terluka serius, padahal benturan yang terjadi keras sekali, saya tidak sempat menginjak rem, karena semua berlangsung sangat mendadak. Sepeda motor terlindas kendaraan saya, hancur tak berbentuk. Ajaib. Siapapun yang menyaksikan tentu menyebut kejadian ini adalah musibah. Musibah bagi saya juga musibah bagi pemuda tadi. Awalnya saya pun berpikiran seperti itu. Tetapi setelah keadaan jiwa saya tenang, saya istighfar kemudian berucap Alhamdulilah. Alhamdulillah karena Allah telah melimpahkan anugerahNya. Kecelakaan hanyalah cara Allah menyelamatkan hambaNya, menyelamatkan dari kecelakaan yang lebih besar. Saya terselamatkan dari kemungkinan tindakan tidak terpuji jika jadi bertamu ke rumah pejabat tadi. Pemuda tadi juga terselamatkan dari kecelakaan yang lebih besar. Karena dari peristiwa besar yang menimpanya itu dia ingat kebesaran Allah. Dia yang awalnya merasakan sholat sebagai beban, kini merasakan sholat sebagai kebutuhan. Alhamdulillah Maha suci Allah Maha Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar