Pendidikan merupakan kunci pembangunan kata wapres kita Budiono.
Pendidikan akhlak termasuk di dalamnya. Sebelum membangun negara, akhlak
manusia-manusia pembangunnya perlu dibangun lebih dahulu. Harapan
terbesar terhadap pembangunan akhlak tertuju pada sekolah. Melalui mata
pelajaran Pengembangan Diri harapan ini berpeluang dapat diwujudkan.
Pendidikan akhlak lebih mengena jika disampaikan dengan bermain peran
suatu kisah tauladan. Melalui kisah pesan-pesan moral lebih mudah
diambil hikmahnya. Siswa lebih menghayati jika memerankan salah satu
tokoh dalam kisah tersebut. Karena sebelum tampil siswa mempersiapkan
diri lebih dahulu dengan menghayati seluruh pesan serta nasihat yang
dituangkan dalam skenario cerita. Satu kelompok siswa memerankan satu
kisah. Tiap kelompok tampil bergantian. Kelompok yang tidak mendapat
giliran tampil menyimak dengan seksama. Dengan demikian semua siswa
dapat mengambil hikmah dari kisah-kisah yang syarat petuah. Jika
kisah-kisah tauladan yang mengajarkan kejujuran dan kerendahan hati itu
digelorakan terus menerus sepanjang tahun niscaya pesan moral itu akan
bersemayam dalam jiwa siswa. Pada gilirannya nanti mereka menjadi
manusia-manusia pembangun negara yang jujur dan rendah hati.
Cermin Kepribadian

Dalam
kondisi seperti ini paranoid menempatkan
sikap jujur, kritis,
kooperatif menjadi musuh utama. Orang
yang bersikap jujur, kritis dan kooperatif patut dicurigai.
Dicurigai sebagai perbuatan
yang ada maunya yang niscaya mengancam keberadaannya. Paranoid berhasil mengambil alih komando. Mereka yang tidak jujur, tidak
kritis dan tidak kooperatif semakin membabi buta. Kata malu dihapus dari kamus
nurani.
Tidak malu menghujamkan
tuduhan yang berakibat gaduh. Sebuah tuduhan yang sebenarnya merupakan cerminan
diri. Maling teriak maling. Tidak malu ikut memperebutkan popularitas dan jabatan,
walaupun harus
menghempaskan martabat. Tidak malu bersaing dengan orang lain yang juga
paranoid. Paranoid melawan paranoid rebutan ‘piala kejuaraan’. Sebuah piala
yang pantas diberikan kepada orang yang paling tidak jujur.
Sudah
begitu miring cara berpikir mereka sampai sampai perbuatan biasa-biasa saja
dipandang sebagai sesuatu yang luar biasa. Karena dapat mengancam dan
membahayakan dirinya.
Jujur dan kritis adalah perbuatan biasa saja tetapi dipandang luar biasa.
Sesuatu yang biasa-biasa saja kelihatan luar biasa karena berada dalam
kungkungan kesesatan yang luar biasa dan dipandang menggunakan cara pandang
miring luar biasa.
Solusinya Pendidikan Akhlak. Mendikbud M Nuh mewacanakan penambahan jam belajar di
sekolah sampai sore. Tujuan penambahan jam tersebut tidak lain untuk menangkal
tawuran pelajar yang saat ini marak terjadi di Jakarta. Belajar sampai sore
mengakibatkan kondisi jasmani siswa sudah kelelahan sehingga tidak terpikirkan
melakukan tawuran. Solusi yang diwacanakan begitu simpel sehingga tidak salah
jika saya menerjemahkan bahwa tugas sekolah adalah menjadikan siswa kelelahan
setiap hari. Solusi seperti ini mungkin bisa mengatasi masalah asal setiap hari
siswa pulangnya sore. Bagaimana jika pulangnya tidak bisa sore ? Misalnya saat
ujian semester dan sesudahnya ? jika itupun dipaksa pulang sore tanpa kegiatan
memadai justru akan timbul masalah baru. Sekolah menjadi kelihatan semakin
garang dan dibenci. Sekolah menjadi laksana penjara yang mengekang segala
aktivitas siswa. Karena sekolah dinilai merampas masa-masa indah, mereka justru
tertekan dan mencari kesempatan untuk melampiaskan kekecewaan dengan lebih
brutal. Dalam kondisi lelah bukan penghalang mereka berlaku negatif. Justru
malah sebaliknya. Kondisi jasmani yang lelah dan rokhani yang menyimpan dendam
laksana api tersiram minyak. Kebrutalan bisa jadi semakin menjadi jadi di luar
perhitungan semua orang. Sekolah menjadi semakin kehilangan fungsi. Fungsi sekolah yang sesungguhnya adalah menghasilkan insan cerdas, berakhlak mulia, kreatif,
demokratis.
Tawuran siswa terjadi karena sekolah belum berhasil mewujudkan fungsi utama
tersebut. Jika sekolah sudah berhasil menghasilkan insan cerdas dan berakhlak
mulia, mau pulang jam berapa saja tidak akan takut terjadi tawuran. Akhlak
dalam diri siswa sudah membentengi dirinya secara alamiah dari
perbuatan-perbuatan tercela. Dalam lingkungan sejelek apapun jika akhlak mulia
sudah dimiliki tidak akan khawatir terjerumus. Yang menjadi akar masalah
sebenarnya mengapa sekolah belum mampu melaksanakan fungsi utamanya ? Mengapa
proses pembelajaran di sekolah selama ini belum mampu menghasilkan siswa
berakhlak mulia ? Salah satu penyebabnya adalah sekolah tertipu dengan mata
pelajaran yang berorientasi pada aspek olah pikir saja. Olah rasa belum
mendapatkan porsi memadai. Kalaupun itu ada hanya dilakukan ala kadarnya.
Pelaksanaannya pun hanya dengan ceramah yang membosankan dan temporal. Misalnya
ceramah saat peringatan hari-hari besar agama. Tidak salah jika nilai-nilai
luhur tidak mampu bersemayam mendalam dalam jiwa siswa. Keengganan memberi
porsi cukup untuk olah rasa juga karena menguji olah pikir lebih mudah daripada
olah rasa. Menguji siswa cerdas lebih mudah daripada menguji siswa berakhlak.
Pendidikan akhlak kurang mendapatkan perhatian serius. Sehingga yang dihasilkan
adalah siswa cerdas yang tidak berperasaan. Yang harus dilakukan adalah mencari cara
supaya perasaan manusiawi dimiliki oleh semua siswa. Pendidikan akhlak bisa
dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri. Dalam pengembangan diri selain diisi ceramah agama ada
baiknya siwa ditugasi bermain peran kisah tauladan. Kisah-kisah tauladan yang
mengajarkan kejujuran dan kerendahan hati mudah kita dapatkan. Melalui kisah pesan-pesan moral lebih
mudah diambil hikmahnya. Siswa lebih menghayati jika memerankan tokoh dalam
kisah tersebut. Karena sebelum tampil siswa mempersiapkan diri lebih dahulu
dengan menghayati seluruh pesan serta nasihat yang dituangkan dalam skenario
cerita. Satu kelompok siswa memerankan satu kisah. Tiap kelompok tampil
bergantian. Kelompok yang tidak mendapat giliran tampil menyimak dengan
seksama. Dengan demikian semua siswa dapat mengambil hikmah dari kisah-kisah
yang syarat petuah. Jika kisah-kisah tauladan yang mengajarkan kejujuran dan
kerendahan hati itu digelorakan terus menerus sepanjang tahun niscaya pesan
moral itu akan bersemayam dalam jiwa siswa. Pada gilirannya nanti mereka
menjadi manusia-manusia pembangun negara yang jujur dan rendah hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar